BAB I
DINASTI ABBASIYAH
A. PENDAHULUAN
Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayah yang runtuh pada tahun 750 M. Bani Umayah runtuh dikarenakan beberapa hal, baik Internal maupun Eksternal istana. Sebab-sebab yang timbul dari internal Istana yaitu : lemahnya figur Khalifah, budaya bermewah-mewahan para kholifah dan bangsawan, pemberian hak istimewa kepada bangsa syuriah sehingga memunculkan kelas-kelas sosial baru dalam masyarakat Islam, system pemerintahan yang korup dan anti demikrasi. Adapun dari segi Eksternal yaitu : adanya serangan dari Bani Abbasiyah yang mampu melumpuhkan Bani Umayyah. Sebagai kerajaan baru Abbasiyah banyak melakuakan usaha-usaha terutama untuk menjaga keutuhan Negara, setelah Negara dapat tegak, para penguasa Abbasiyah baru memulai membangun Negara agar bisa maju dan berkembang. Perkembangan Ilmu Pengetahuan menjadi cirri khas dari pemerintahan ini, pada masa ini peradaban Islam mulai bangkit dan mampu menjadi contoh peradaban bagi bangsa lain di dunia. Perkembangan Ilmu pengetahuan umum di dunia islam pada masa Abbasiyah dimualai dengan munculnya masa kebangkitan yaitu ketika bangsa arab berhasil memahami dan mendalami pemikiran-pemikiran dari hasil-hasil penerjemahan karya-karya bangsa lain. Dinasti Abbasiyah berkuasa selama Lima setengah Abad ( 132 – 656 H/750 – 1258 M ) dan dipimpin 37 Orang Kholifah, mulai dari Abu Abbas Assafah (132 H/750 M) sampai Al Musta’sim.
B. SEJARAH BERDIRINYA BANI ABBASIYAH
- Keruntuhan Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah berkuasa selama 90 Tahun, dari tahun 661 M s/d 750 M/ 41 H s/d 132 H. dan dipimpin oleh 14 Kholifah. Pada masa itu ditandai dengan meluasnya Ajaran Islam dan Wilayah Kekuasaan Islam. Akan tetapi kejayaan memudar dengan munculnya beberapa factor yang menyebabkan Dinasi Bani Umayyah menjadi runtuh. Dinasti Umayaah mengalami kemunduran ditandai dengan melemahnya system politik dan kekuasaan sehingga timbul masalah politik, ekonomi, keamanaan, social budaya, dll.
Beberapa sebab runtuhnya Dinasti Umayyah antara lain :
1. Figur Khalifah yang lemah.
Pemindahan Ibu Kota dari Madinah ke Kota Damaskus merupakan sebab awal munculnya factor kelemahan ini. Seperti diketahui, Damaskus merupakan bekas ibu kota Bizantium, akibatnya kehidupan Bizantium mulai mempengaruhi dan akhirnya keluarga bani Umayyah menjadi terjebak gaya hidup yang mewah lebih jauh dari syariat yang di syariatkan Nabi Muhammad, Saw.
Hal itu menyebabkan figure para kholifah menjadi lemah, hanya lima Kholifah yang paling menonjol antara lain : 1. Muawiyah bin Abu Sofyan, 2. Al Walid bin Abdul Malik. 3. Abdul Malik bin Marwan; 4. Umar bin Abdul Aziz; dan 5. Hisyam bin Abdul Malik. Kelemahan juga disebabkan dengan jumlah budak yang berlebihan sebab harta kekayaan mereka sangat melimpah ruah sehingga kehidupan mereka terlena dengan hawa nafsunya.
Para Kholifah juga tidak lagi mengembangkan darah bangsawan Arab Murni. Yazid II merupakan kholifah Islam pertama yang ibunya seorang budak belian yang dimerdekakan. Semua itu melemahkan daya juang Keluarga Dinasti Bani Umayyah.
2. Hak Istimewa Bangsa Arab Syuriah
Moyang Dinasti Umayyah yang bernama Umayyah bin Kholaf telah lama menetap di Syuriyah sebelum Islam datang. Oleh karena itu, kehidupan dan keberlangsungan Dinasti Umayyah tidak bisa dilepaskan dari orang-orang syuriah. Selanjutnya Dinasti Umayyah menyusun kekuatan militer dengan sebagian besar tentara yang terdiri dari orang-orang syuriah. Keadaan itu selanjutnya membentuk kelas-kelas sosial dan tingkatan masyarakat. Orang-orang Syuriah akhirnya memiliki kelas tertinggi di antara warga lainnya.
Banyaknya penaklukan yang dilakukan oleh dinasti Umayyah membuat tentara Syuriah memiliki kedudukan yang penting. Mereka menjadi jantung kekuatan militer Dinasti Umayyah. Sebagaian terbesar kekuatan, mereka memperoleh bagian terbesar dari harta rampasan perang. Pada umumnya mereka mendapatkan keistimewaan dan tidak mengherankan apabila kemudian terjadi kesenjangan sosial yang antara dalam masyarakat Syuriah dan masyarakat muslim di daerah yang lain.
Keadaan itu menimbulkan kecemburuan kaum muslimin Arab di Madinah, Mekah, dan Iran. Mereka memang dibebaskan dari beban membayar pajak yang dipikul kepada orang-orang non Arab (Mawali). Dan non muslim. Tetapi kehidupan mereka tidak lebih baik dibandingkan dengan keluarga-keluarga bangsa Syuriah.
Kecemburuan yang lebih besar lagi ditunjukan oleh orang-orang muslim non Arab pada umumnya dan lebih khusus lagi adalah orang-orang Islam Persia. Kholifah-kholifah Dinasti Bani Umayyah bahkan menunjukan sikap yang bermusuhan dengan mereka yang ketika itu mereka menjadi warga Negara kelas dua. Harapan mereka untuk memperoleh persamaan dalam bidang ekonomi dan social pupus. Kedudukan mereka bahkan ditirinkan menjadi mawali, yaitu orang yang sangat tergantung nasibnya pada majikan mereka yakni orang-orang Arab. Mereka mengeluh atas perlakuan itu dan memandangnya sebagai hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan ajaran Islam.
3. Pemerintahan yang tidak Demokratis dan Korup
Pada Jaman Khulafaur Rasyiddin pemilihan khalifah dilakukan secara musyawarah dan demokratis. Dalam perjanjian Amul Jama’ah, Muawiyah bin Abu Sofyan bersedia memenuhi syarat yang dilakukan Hasan bin Ali bahwa pemilihan khalifah sesudahnya akan dilakukan dengan musyawarah dan pemilihan yang demokratis dari umat Islam. Namun Muawiyah mengingkari janji itu. Muawiyah bahkan menunjuk anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai Kholifah. Hal itu berlangsung secara turun temurun.
Di samping mengkhianati Amul Jamaah, penunjukan itu juga berlawanan dengan prinsip senioritas dalam pemilihan pimpinan di kalangan bangsa Arab. Pemimpin adalah orang yang tertua dan dianggap paling mampu serta berpengalaman dalam membina dan mengembangkan pemerintah. Akibatnya beberapa khalifah Dinasti Umayyah selanjutnya bukan berasal dari garis keturunan Muawiyah bin Abi Sofyan, contohnya adalah Marwan bin Hakam. Keadaan menjadi sulit ketika Marwan juga ingin mengangkat anaknya, yaitu Abdul Malik untuk menjadi penggantinya, selain itu, Marwan juga merencanakan Abdul Aziz, anaknya yang lain sebagai kholifah sesudah Abdul Malik, hal itu tentu saja membuat keadaan dalam istana serta pemerintahan menjadi tidak stabil serta terabaikan. Para pejabat banyak yang korupsi dan mementingkan diri sendiri. Pemerintahan menjadi lamban dan tidak efesien, rakyat miskin tidak menyukai pemerintahan Dinasti Umayyah, sehingga berakibat munculnya penentangan dan kerusuhan pecah dimana-mana.
4. Persaingan Antarsuku
Persaingan antarsuku sudah lama menjadi ciri bangsa Arab. Sikap pilih kasih Dinasti Umayyah muncul. Suku-suku Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu bangsa Arab Utara yang disebut Arab Quraisy. Atau Maudari dan Bangsa Arab Selatan yang disebut Arab Yamani atau Himsyar. Dalam pertikaian itu, Dinasti Umayyah mendukung suku Arab Yamani yang lebih cocok dengan mereka. Serangkaian peperangan yang terjadi antara dua suku Arab itu sangat memperlemah kekuatan Dinasti Umayyah.
Setelah sekian lama mengalami masa-masa kemunduran akhirnya Dinasti Umayyah benar-benar mengalami kehancuran atau keruntuhan. Keruntuhan ini terjadi pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad setelah memerintah kurang lebih 6 Tahun (774-750 M/127 – 132 H).
Keruntuhan Dinasti Umayyah ditandai dengan kekalahan Marwan bin Muhammad dalam pertempuran Zab Bulu melawan pasukan Abu Muslim al Khurasani pada tahun 748 M, Pada peristiwa itu terjadi pembersihan etnis terhadap anggota keluarga Dinasti Umayyah, selain itu pasukan Marwan Bin Muhammad ditawan dan dibunuh, sementara yang tersisa dan masih hidup terus dikejar dan kemudian dibunuh. Bahkan Marwan bin Muhammad yang sempat melarikan diri dapat ditangkap dan kemudian dibunuh oleh pasukan Abu Muslim Al Khurasani.
- Proses Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Keruntuhan Dinasti Umayyah tidak lepas dari kompleksitas masalah yang dihadapi baik internal maupun ekstrenal kerajaan. Masalah-masalah tersebut menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan oleh pemerintahan Dinasti Umayyah, pada sisi lain sekitar tahun 720 M, kebencian terhadap pemerintahan Dinasti Umayyah telah tersebar luas. Kelompok-kelompok yang merasa tidak puas bermunculan. Kelompok-kelompok itu adalah :
1. Kelompok muslim non-Arab (mawali) yang memprotes kedudukan mereka sebagai warga kelas dua di bawah muslim Arab.
2. Kelompok Khowarij dan Syiah yang menganggap Dinasti Umayyah sebagai merampas hak kekholifahan.
3. Kelompok Muslim Arab di Mekkah, Madinah dan Irak yang merasa sakit hati atas status istimewa penduduk Syuriyah.
4. Kelompok muslim yang soleh, baik Arab maupun non Arab yang memandang keluarga Dinasti Umayyah telah bergaya hidup mewah dan jauh dari jalan hidup islami.
Kelompok-kelompok tersebut membentuk suatu kekuatan gabungan yang dikoordinasi oleh keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad Saw. Untuk mencari dukungan masyarakat luas, kelompok Abbasiyah melakukan propaganda yang mereka sebut sebagai usaha dakwah. Gerakan dakwah ini dimulai ketika pemerintahan Dinasti Umayyah dipimpin oleh kholifah yang kedelapan yaitu Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M), yang ketika memerintah, bertindak adil dan memulihkan hak asasi rakyatnya. Pada saat itu tidak boleh satupun berada diluar undang-undang atau hokum Negara. Kebiasaan mencaci maki kelompok Ali bin Abi Tholib dilarang. Jika tidak tunduk pada pejabat pemerintah, maka yang salah harus, dilaporkan kepada mahkamah tinggi yang diberi hak penuh untuk menghukum yang salah.
Kebijakan Kholifah Umar bin Abdul Aziz menerapkan persamaan hak kepada seluruh warga negaranya, ternyata telah membuka peluang bagi Dinasti Abbasiyah untuk menghimpun kekuatan yang selanjutnya mengambil alih kekuasaan dari tangan Dinasti Umayyah.
a. Pendiri Dinasti Abbasiyah.
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, kelompok yang paling gigih menentang adalah kaum Khowarij dan kelompok Syiah (Kelompok pendukung Ali bin Abi Tholib) menjelang berakhirnya Dinasti Umayyah kelompok syiah bekerja sama dengan keturunan Abbas karena kedua kelompok ini sama-sama keturunan dari Hasyim.
Keturunan Abbas yang pada awalnya mendukung pengembalian jabatan kholifah kepada keturunan Ali bin Abi Tholib, secara diam-diam membentuk gerakan sendiri atau dibawah tanah, hal itu dilakukan dengan lebih hati-hati dalam upaya merebut merebut kekuasaan dari tangan Dinasti Umayyah.
Perubahan sikap politik Bani Abbas dipelopori oleh Muhammad bin Ali pada masa pemerintahan kholifah Umar bin Abdul Aziz . Pada tahun 104 H/723 M lahirlah putra pertama Muhammad bin Ali bernama Abdullah dan kelak terkenal dengan sebutan Abu Abbas Assafah yang menduduki jabatan kholifah yang pertama Dinasti Abbasiyah (132 – 136 H/750 -754 M).
Peluang emas yang dimiliki Bani Abbas untuk merebut kekuasaan dari Dinasti Umayyah terjadi ketika Marwan bin Muhammad (127-132 H/744 – 750 M) memerintah. Saat itu pemerintah Dinasti Umayyah mencapai tingkat kekacauan yang sulit diatasi.
Langkah-langkah Bani Abbas untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah anatara lain :
a. Membentuk gerakan dibawah tanah, dengan tokoh-tokoh :
1. Muhammad al- Abbas
2. Ibrahim al-Imam dan;
3. Abu Muslim al-Khurasani
b. Menerapkan politik bersahabat, artinya keturunan Abbas tidak memperlihatkan sikap permusuhan dengan Bani Umayyah.
c. Dalam gerakannya tidak menggunakan nama Bani Abbas tetapi menggunakan nama Bani Hasyim. Penggunaan nama ini bertujuan agar pendukung Ali bin Abi Tholib akan tetap mendukungnya, karena mereka bersama-sama dari Bani Hasyim.
d. Menetapkan wilayah Khurasan sebagai pusat kegiatan politik gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani.
Strategi Bani Abba situ ternyata berhasil menghimpun kekuatan besar dan dahsyat yang tidak bisa dibendung lagi oleh golongan manapun. Puncak keberhasilan perjuangan Bani Abbas itu terjadi ketika berlangsung pertempuran atara kelompok Syiah dengan pemerintahan Marwan bin Muhammad (132 H/ 750 M) di Khurasan. Pada saat keduanya bertempur, maka Abu Muslim al Khurasani mengambil langkah politik yang sangat tepat yaitu melakukan kampanye terbuka untuk kepentingan Bani Abbas. Ia mengirimkan baiat/sumpah dari pemuka-pemuka penduduk terhadap Bani Abbas. Para utusan tersebut mendapat sambutan yang sangat besar dari berbagai penduduk kota di wilayah Khurasan, sehingga mereka patuh dalam satu komando Bani Abbas. Sementara golongan Syi’ah pun ikut bergabung bersama Bani Abbas.
Tercapainya penggabungan dua kelompok tersebut akhirnya berhasil menumbangkan Dinasti Umayyah yang telah berkuasa selama 90 Tahun. Selanjutnya Abdullah bin Muhammad yang dikenal dengan sebutan Abu Abbas As-Safah yang artinya Bapak Abbas di Penumpah Darah, diangkat sebagai Kholifah Dinasti Abbasiyah yang pertama pada tahun 132 H/750 M.
b. Silsilah Dinasti Abbasiyah
Qushay dipandang sebagai tokoh besar yang mengumpulkan kembali suku-suku turunan Fibri yang bergelar Quraisy. Suku-suku ini mula-mula terpencar dan bertempat tinggal di Bakkah (Mekah) dan sekitarnya yang dipandang sebagai tanah suci oleh bangsa Arab, sebab mereka sendiri keturunan langsung dari Nabi Ibrahim As.
Hasyim merupakan tokoh besar yang pertama merintis kebijaksanaan mengirimkan khalifah dagang Mekah ke Utara pada musim panas dan keselatan pada musim dingin. Dari keturunan Hasyim itulah lahir Bani Abbas yang disebut Abbasiyah dan keluarganya Ali yang disebut Alawiyin.
Dari silsilah di atas, ada tiga keluarga besar yang berebut kekuasaan, yaitu :
a. Keluarga Ali bin Abi Tholib (Kaum Syiah)
b. Keluarga Umayyah.
c. Keluarga Abbas.
Adapun tokoh yang berperan dalam proses berdirinya Bani Abbasiyah, antara lain :
a. Muhammad bin Ali
Muhammad bin Ali merupakan peletak dasar pendirian khalifah Bani Abbasiyah. Ia memulai gerakan yang disebut dakwah, yaitu gerakan propaganda kepada umat Islam bahwa yang berhak memegang jabatan khalifah adalah kelompok Bani Abbasiyah. Gerakan ini berhasil menjaring pengikut-pengikut yang setia, terutama di khurasan.
b. Abdullah bin Muhammad
Abdullah bin Muhammad yang bergelar Abu Abbas As-Safah meneruskan Usaha ayahnya dalam gerakan dakwah. Setelah gerakannya berhasil menumbangkan Khalifah Marwan bin Muhammad (132 H/750 M) sebagai kholifah dan dianggap sebagi pendiri kekholifahan Bani Abbasiyah. Akan tetapi, ia hanya memerintah dalam waktu yang pendek 4 Tahun (132 – 136 H/750 – 754 M).
c. Abu Muslim Al Khurasani
Abu Muslim Al Khurasani merupakan tokoh kunci gerakan dakwah Abbasiyah, keahliannya dalam berpropaganda berhasil menarik banyak pengikut di daerah asalnya, Khurasan. Setelah kelompok Bani Abbasiyah cukup kuat, mereka menyerang kekuatan Bani Umayyah di daerah tersebut dengan Abu Muslim Al Khurasani sebagai panglima. Hal ini berakhir dengan tumbangnya Marwan bin Muhammad dari Bani Umayyah pada Tahun 132 H/750 M.
Pada perkembangan selanjutnya, Dinasti Abbasiyah semakin kuat dan wilayahnya semakin luas. Dinasti Abbasiyah berkuasa selama kurang lebih Lima Setengah Abad (132 – 656 H/750 – 1258 M) dan dipimpin 37 orang khalifah, mulai dari masa pemerintahan Abu Abbas Assafah hingga masa Al-Mu’tasim.
Nama penguasa Abbasiyah di Irak, antara lain :
a. Abu Abbas Assafah
b. Abu Ja’far Al Mansur
c. Al-Mahdi
d. Al Hadi
e. Harun Ar-Rasyid
f. Al Amin
g. Al Makmun
h. Al Mu’tasim
i. Al Wasiq
|
j. Al Mutawakil
k. Al Muntasir
l. Al Musta’in
m. Al Mu’tazz
n. Al Muhtadi
o. Al Mu’tamid
p. Al Mu’tadid
q. Al Muktafi
r. Al Muktadir
|
BAB II
PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM
PADA JAMAN DINASTI ABBASIYAH
A. PENDAHULUAN
Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa dibagdad. Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan kekuatan Bani Umayyah terkecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW yang termuda, Abbas. Berkuasa mulai Tahun 750 M, dan memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad. Berkembang pesat selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turki yang mereka bentuk. Selama 150 Tahun mengambil kekuasaan Iran. Kekholifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang disebut Amir atau Sultan. Menyerahkan kekuasaan Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Magribi dan Ifriqi nya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Pada periode pertama pemerintahan, Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintah Bani Abbas mulai menurun dalam bidang Politik, meskipun Filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 M disebabkan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan yang menghancurkan Bagdad dan tidak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad. Bagaimana perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam pada masa Daulah Abbasiyah ?
Penyebaran Islam ke luar jazirah Arab, membuat bangsa Arab berhubungan langsung dengan bangsa-bangsa non-Arab. Dalam berhubungan tersebut muncullah berbagai kelas dalam masyarakat Islam. Beberapa kelas itu adalah kaum muslimin Arab. Kaum muslimin non-Arab, dan kaum Non Muslim (Dzimmi). Munculnya kelas-kelas social itu berlangsung hingga masa awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
B. KONDISI SOSIAL
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, kelas kaum Muslimin Arab yang tinggal di Syuriah menempati yang tertinggi. Hal itu menimbulkan kecemburuan masyarakat Islam lainnya. Akhirnya hal itu menjadi sebab utama runtuhnya Dinasti Umayah. Kekacauan yang terus menerus membuat mereka memberontak.
Berdirinya Dinasti Abbasiyah tidak lepas dari bantuan masyarakat muslim lainnya. Kaum Muslimin Arab yang mendukung Dinasti Abbasiyah terdiri dari penduduk Mekah, Madinah, Irak dan kaum Syiah (pendukung Ali). Dinasti Abbasiyah berhasil mendapatkan dukungan tersebut dengan seruan sesame kaum yang tertindas dan sesame keturunan Bani Hasyim. Dukungan kaum Muslimin non-Arab yang terbesar dating dari orang-orang Persia. Mereka dianggap sebagai kaum Mawali pada masa Dinasti Umayyah dan dianggap sebagai warga Negara kelas dua. Mereka merasa hak-haknya sebagai warga Negara terabaikan. Dukungan-dukungan tersebut membuat Dinasti Abbasiyah memiliki kekuatan yang besar hingga mampu menumbangkan Dinasti Umayyah.
Oleh karena itu, pada masa Dinasti Abbasiyah hak-hak mereka disamakan. Bahkan dalam beberapa periode masyarakat muslim non-Arab yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah adalah keturunan keluarga Barmak, Dinasti Buwaihaiyah, dan dinasti Seljuk.
Keluarga Barmak adalah keluarga bangsawan terpandang asal Balk, Persia. Khalid bin Barmak adalah orang pertama dari keluarga Barmak yang membina hubungan dengan para Khalifah Dinasti Abbasiyah. Mereka ikut berjuang dalam gerakan dakwah Dinasti Abbasiyah dan ikut berperan besar dalam proses berdirinya Dinasti ini. Khalid bin Barmak berjasa besar dalam usaha memerdekakan pemberontakan di Mesopotamia. Untuk beberapa saat lamanya, dia juga menjadi gubernur di sana.
Ketika khalifah Adu ja’far Al Mansur mencuri jabatan Wazir, maka keluarga Barmak mendapat kepercayaan memegang jabatan ini, hampir 50 Tahun lamanya. Khalid bin Barmak menjabat sebagai Wazir pertama, jabatan ini kemudian di pegang anaknya Yahya bin Khalid. Kedudukan itu kemudian di wariskan lagi kepada anaknya yang lain, Fadl bin Yahya menjadi gubernur Persia Barat dan khurasan.
Golongan lain yang berpengaruh pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Dinasti Buwaihiyah. Mereka berasal dari golongan Syi’ah dan memegang peranan penting selama hampir I (Satu) Abad (945-1055 M). pada masa tersebut khlaifah hanya dianggap sebagai symbol, sedang kekuasaan dipegang oleh Dinasti Buwaihiyah.
Dinasti Buwaihiyah merupakan putra-putra Buwaih yang berasal dari suku Dailami yang menempati daerah pegunungan di sebelah Barat Laut Kaspia. Mereka terdiri dari :
a. Ali bin Buwaih yang berkuasa di Itfaham,
b. Hasan bin Buwaih yang berkuasa di Ray, Jabal dan
c. Ahmad bin Buwaih.
Mereka juga mengakui kedudukan Khalifah Abbasiyah.
Keberadaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah hampir sama dengan Dinasti Buwaihiyah. Mereka menjadi penguasa yang sesungguhnya. Sementara Dinasti Abbasiyah hanya sebagai symbol di Istana Baghdad. Berbeda dengan Dinasti Buwaihiyah yang beraliran Syiah, Dinasti Saljuk adalah golongan Islam Suni. sama dengan Dinasti Abbasiyah. Interaksi bangsa Arab dengan bangsa-bangsa non-Arab. Dengan demikian, mereka mampu memberikan sumbangan yang penting dalam perkembangan ilmu pengtahuan dan peradaban.
C. KEMAJUAN KEBUDAYAAN
Perkembangan kebudayaan Islam berjalan seiring dengan penyebaran Islam. Pada masa Dinasti Abbasiyah, wilayah Islam meluas sampai Spanyol di Barat dan India di Timur. Untuk waktu beberapa ratus tahun penduduk negeri-negeri yang ditaklukan itu tetap dalam agama masing-masing. Setelah mereka menyaksikan kemajuan peradaban Arab Islam dan rapinya pemerintahan dalam Negara-negara itu, mereka masuk Islam dengan sukarela. Lebih jauh dari itu, mereka bukan saja menjadi Islam, tetapi juga menjadi Arab. Contohnya penduduk Mesir Syuriah. Palestina, Persia, Aljazair, Maroko, Libia, Tunisia dan Spanyol. Mereka adalah orang-orang non Arab yang menjadi orang Arab. namun Persia berhasil kembali menegakan nasionalisme mereka.
Disisi lain, hal yang hampir sama juga terjadi. Raja Normandia, Roger 1 menjadikan istananya sebagai tempat pertemuan para Filsuf, dokter-dokter, dan ahli islam lainya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ketika kebesaran yang dipilihnya adalah pakaian Arab, gerejanya dihiasi dengan ukiran dan tulisan-tulisan Arab. Wanita Kristen meniru wanita Islam dalam soal mode pakaian.
Banyak bangsa yang sudah lupa akan bahasa dan kebudayaan mereka sendiri. Oleh karena itu, saat itu pengertian Arab sudah meluas dan tidak terbatas pada bangsa yang mendiami jazirah Arab saja. Hal itu dapat dilihat dari kota-kota yang menjadi pusat budaya Arab. kota-kota luar jazirah Arab antara lain : Damaskus, Bagdad, Cairo dan Cordoba.
Pada masa pemerintahan Kholifah Harun Arrasyid dan Kholifah Al Makmun, peradaban Islam mencapai masa keemasan. Kebudayaan India dan Yunani juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi perkembangan kebudayaan Islam. Kota-kota Jundisapur, Harran, dan Iskandariyah merupakan pusat-pusat peradaban Yunani sebelum Islam menguasai kota-kota itu. Setelah Islam datang tradisi itu tetap terjaga bahkan mengalami perkembangan yang semakin pesat. Beberapa sastrawan dan budayawan yang muncul pada masa itu adalah Umar Khayam, Az Zamakhsyari, Al-Qusyairi, Ibnu Maskawaih dan Al-Kindi.
Umar Khayam adalah seorang penyair besar yang dilahirkan Nizabur, Khurasan. ia juga seorang ilmuwan di bidang Matematika, astronomi dan Filsafat. Semasa hidupnya ia bekerja pada Sultan Malik Syah, penguasa Dinasti Saljuk yang menguasai Persia. Seorang sastrawan, Umar Khayam termashur dengan rubai’atnya. Rubaiat adalah sajak yang terdiri kalimat setengah syair sehingga jumlah seluruhnya menjadi empat baris dan biasa dinamakan Kuantren.
Ilmuwan lainya adalah Az-Zamakhsyari ia merupakan salah satu pakar ilmu bahasa dan kesusastraan Arab. karya-karyanya dalam bahasa arab, antara lain Nahwu, balaghah, dan Arad. Beberapa karya tulisnya adalah Azzaz al balagah, Al Mufrad wa al-Muallaf fian Nahwu dan Al-Mustaqin fi Amzal al-Arab.
Perkembangan kebudayaan pada masa Dinasti Abbasiayah juga ditunjukan oleh adanya peninggalan-peninggalan bersejarah. Peninggalan itu adalah berupa Istana, Mesjid dll. Peninggalan bersejarah itu banyak yang masih disaksikan hingga saat ini dan ditunjukan betapa tingginya peradaban yang telah dicapai umat Islam pada waktu itu.
Pada masa Kholifah Abu Abbas As-safah. Ia membangun istana Al-Hasyimiyah. Pembangunan yang lebih fenomenal dilakukan oleh kholifah Abu Ja’far al Mansur ketika membangun Kota Bagdad dan Istana Qosrul Zahab (Istana Keemasan) dan Qosrul Khuldi (Istana Keabadian) yang berbentuk bundar yang disangga oleh dua kota yaitu Kota Karakh dan Kota Rushofah ini dibangun oleh dua arsitektur yang terkenal Hajjaj ibnu Arth dan Amran bin Wahdah.
Selain itu pada masa Dinasti Abasiyah banyak dibangun mesjid yang berfungsi sebagai pusat kegiatan umat Islam. Berdasarkan bentuk dan corak seninya perkembangan mesjid dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode permulaan, periode pertengahan dan periode modern. Bentuk dan corak seni mesjid yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah termasuk dalam periode permulaan.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, selain tempat shalat, mesjid juga sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan ilmuwan yang mendiskusikan bermacam ilmu pengetahuan. Diantara mesjid-mesjid yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah adalah :
a. Mesjid Al-Mansur Rasyafah, oleh Kholifah Abu Ja’far Al Mansur;
b. Mesjid Raya Ar-Rasyafah, oleh Kholifah Al-Mahdi;
c. Mesjid Jami’ Al Qasr al Kholifah, oleh Kholifah Al-Muktafi;
d. Mesjid Qoti’ah Umm Ja’far, oleh Kholifah Al Muktafi;
e. Mesjid Kufah;
f. Mesjid Raya Samarra, oleh Kholifah Mutawakil;
g. Mesjid Agung Isfaham, oleh Sultan Malik Syah;
h. Mesjid Talkhatan Baba di Mery. dan
i. Mesjid Alaudin Kaskobad di Nedge.
D. KEMAJUAN POLITIK DAN MILITER
Perkembangan politik Dinasti Abbasiyah terbagi kedalam lima periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, system pemerintahan, dan kebijakan militer. Berikut ini perkembangan politik dan militer Dinasti Abbasiyah pada setiap periode.
1. Periode Pertama (132 – 232 H/750 – 847 H).
Periode ini disebut juga periode pengaruh Persia Pertama. Hal itu disebabkan pemerintahan Dinasti Ababasiyah pada periode ini dipengaruhi dengan sangat kuat oleh keluarga Persia yaitu keluarga Barmak. Pendiri keluarga Barmak yaitu Khalid bin Barmak adalah orang yang ikut berjasa dalam usaha militer Dinasti Abbasiyah ketika menumbangkan Dinasti Umayah. Pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Mansur, Khalid bin Barmak selanjutnya memiliki pengaruh dan peran yang sangat penting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah hingga pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Khalifah Abu Abbas As-Safah (Haus Darah) melakukan usaha militer dengan menghancurkan sisa-sisa kekuatan Dinasti Umayah. Paman Kholifah Abu Abbas As-Safah yang bernama Abdullah bin Ali mengatur dengan segala cara untuk melenyapkan semua keluarga dan pengikut Dinasti Umayah.
punya RPP + silabus untuk pelajaran ini pa ngga'
ReplyDeleteBanyak pa
ReplyDelete